Judul Buku: 1 Kota
5 Agama di Aceh
Penulis: Murizal Hamzah, Hasan Basri M. Nur, Agamna Azka
Penerbit: Bandar Publishing
Jumlah Halaman: xxiv + 124 hlm
Peresensi: Rifdah Nurantanzila
Pendahuluan
Selama ini,
Aceh dikenal sebagai “Serambi Mekkah”, simbol kekuatan Islam di Indonesia,
terutama sejak diterapkannya Syariat Islam secara resmi. Namun, bagaimana
kehidupan pemeluk agama lain di tengah dominasi itu? Buku 1 Kota 5 Agama di
Aceh hadir sebagai narasi alternatif untuk menjawab pertanyaan itu secara
jujur dan empatik.
Buku ini
tidak hanya mendekonstruksi stigma tentang Aceh sebagai wilayah eksklusif bagi
umat Islam, tapi juga menghadirkan wajah Aceh yang lebih plural, terbuka, dan
penuh dinamika toleransi sehari-hari.
Isi Buku
Buku ini
menyajikan potret kehidupan lima agama yang hidup berdampingan di satu kota di
Aceh. Meski tidak disebutkan secara eksplisit di awal kota mana yang dimaksud,
kisah-kisah yang ditampilkan diambil dari pengalaman nyata para pemeluk Islam,
Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Buddha.
Struktur
penulisan mengalir dari latar sejarah masing-masing komunitas, pengalaman hidup
sebagai minoritas, hingga relasi sosial mereka dalam kehidupan sehari-hari di
sekolah, tempat kerja, bahkan saat merayakan hari besar keagamaan.
Setiap bab
seolah membangun jembatan pemahaman antar-agama, tanpa harus menyamakan
semuanya. Buku ini tidak menggurui, tapi lebih banyak membuka ruang untuk
merenung dan berdialog.
Kelebihan Buku
Yang paling
menonjol dari buku ini adalah keberhasilannya dalam membumikan narasi
keberagaman dengan pendekatan yang hangat dan personal. Cerita-cerita yang
diangkat terasa dekat dengan kehidupan masyarakat biasa, bukan dari sudut
pandang elite atau tokoh agama saja.
Gaya bahasa
yang digunakan juga ringan dan mudah dipahami, membuat buku ini cocok untuk
dibaca oleh siapa pun pelajar, mahasiswa, guru, bahkan masyarakat umum yang
tertarik pada isu keberagaman.
Bagi saya
pribadi, buku ini sangat relevan karena menjawab pertanyaan-pertanyaan umum
yang sering saya dapat sebagai orang Aceh, seperti: “Di Aceh ada gereja nggak
sih?” atau “Kalau non-Muslim tinggal di Aceh, aman nggak?” Buku ini bisa jadi
jawaban cerdas dan informatif untuk pertanyaan-pertanyaan semacam itu.
Kekurangan Buku
Meski isi
buku menarik, ada beberapa bagian yang terasa terlalu “padat data”, terutama
saat membahas sejarah atau perkembangan komunitas keagamaan secara rinci. Untuk
pembaca yang lebih suka narasi ketimbang angka dan data sejarah, bagian ini
mungkin akan terasa lambat.
Selain itu,
buku ini bisa lebih kuat jika dilengkapi dengan dokumentasi visual (misalnya
foto rumah ibadah atau kegiatan lintas agama), agar pembaca bisa melihat
langsung bukti hidup dari narasi yang disampaikan.
Penutup
Secara
keseluruhan, 1 Kota 5 Agama di Aceh adalah buku yang patut diapresiasi.
Ia membuka mata pembaca tentang kenyataan bahwa toleransi tidak harus selalu
muncul dalam bentuk slogan besar tapi bisa tumbuh dari interaksi sederhana
sehari-hari antarwarga yang berbeda keyakinan.
Buku ini
sangat layak dibaca oleh siapa saja yang ingin memahami sisi lain Aceh: para
peneliti, mahasiswa, pembuat kebijakan, atau bahkan wisatawan yang tertarik
menjelajahi Aceh secara sosial-budaya, bukan hanya geografis.
Melalui
buku ini, kita diajak melihat bahwa keberagaman di Aceh bukan mitos tapi
kenyataan yang hidup, meski kadang tersembunyi di balik dominasi narasi
tunggal.